Pages

Tuesday, June 23, 2009

Produk Melamin



Beberapa minggu yang lalu membaca salah satu koran lokal, yang membahas tentang bahaya peralatan makan berbahan melamin. Dipererkenalkan di Indonesia sekitar tahun1970-an, segera memikat konsumen karena ringan dan tak mudah pecah. Namun, penelitian YLKI mengingatkan kita untuk lebih cermat dan bijak. Sebab, ada yang berharga murah tapi terbuat dari bahan yang membahayakan kesehatan.
Bagaimana tidak tergiur pada perlengkapan makan berbahan melamin kalau harganya sangat murah? Produk ini dijual dengan harga Rp 10.000,- untuk 3 – 4 buah Bahkan di sejumlah hypermarket dan pusat grosir ditawarkan kiloan dengan patokan sekitar Rp 25.000,-/kg. Sebaliknya, melamin lokal berupa sendok, gelas, cangkir, piring, pinggan sampai mangkuk besar (bermerek Golden Dragon, Hoover, Onyx, Vanda) kisaran harganya Rp 2.000,- — Rp 40.000,-.

Maka produk melamin murah itu makin mudah dijumpai dalam keseharian. Penjaja bakso, warung makan, sampai usaha kateringan beranggaran rendah mulai mengganti perangkat makan dari beling dan gelas untuk mengurangi resiko rugi karena pecah. Dan produsen biskuit bubur bayi menggunakan perlengkapan makan dari melamin sebagai hadiah, untuk memikat calon pembeli.

Uji produk melamin yang dilakukan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) bekerja sama dengan jurusan Kimia FMIPA, Universitas Indonesia terhadap 10 jenis merek (empat lokal, enam impor) menunjukkan, tak semuanya memenuhi food grade. Artinya, ada di antara produk-produk tadi yang mengandung zat berbahaya atau beracun dan bisa berpindah ke makanan akibat proses pengolahan makanan. Misalnya, dipakai untuk menyimpan sayur panas.
Pencetus kanker

Zat berbahaya itu formaldehid namanya. Dalam kadar tinggi bahan ini akan berdampak buruk bagi kesehatan.Berdasarkan acuan kesehatan di Inggris, paparan maksimumnya 2 ppm atau 2 mg/l. Sedangkan Amerika Serikat (AS) menetapkan paparan maksimum untuk jangka panjang 1 ppm dan jangka pendek 2 ppm.
Penelitian laboratorium selama dua tahun oleh Chemical Industry Institute of Toxicology yang dimulal tahun 1979 menunjukkan, kontak dengan formaldehid menyebabkan kanker hidung pada tikus. Penelitian ini didukung oleh 36 perusahaan kimia di AS. Tahun 1987 Environmental Protection Agency (EPA) AS menggolongkan formaldehid sebagai zat yang mungkin memicu kanker.

Beberapa penelitian juga membuktikan, pekerja yang terpapar formaldehid berisiko terserang kanker lebih besar beberapa kali, apalagi jika berlangsung terus-menerus. AS kemudian secara tegas menyatakan, formaldehid sebagai pencetus kanker bagi manusia. Uap formaldehid memicu radang pada mata (perih), hidung, saluran pernapasan atas, batuk, bronkitis, pneumonia, dan asma.
Dari mana datangnya formaldehid ?

Untuk menjawabnya mari kita tengok ke belakang ketika pada 1907 ahli kimia Belgia, Leo Hendrik Baekeland, menemukan plastik buatan (sintetis) pertama yang disebut bakelite. Inilah cikal bakal melamin yang awalnya digunakan sebagai bahan dasar pesawat telepon generasi pertama.

Kemudian senyawa ini dikembangkan dan diterapkan untuk industri perlengkapan rumah tangga, termasuk perangkat makan.
Pada 1930 - 1940-an, perusahaan-perusahaan di AS macam Cyanamid, Ciba, dan Henkel mengembangkan senyawa ini untuk industri tekstil sebagai bahan pengisi dan perekat. Keunggulannya berupa kejernihan, stabil terhadap panas, cahaya, bahan kimia, goresan, bahkan api !

Faktor inilah yang membuat melamin formaldehid makin luas digunakan pada tahun-tahun awal pasca-Perang Dunia 11. Antara lain digunakan pada industri kayu lapis untuk memperkuat dan mempercantik produk-produknya.

Lokal asli

Jadi, formaldehid sudah ada di melamin. Menurut Bambang Ariwahjoedi, pengajar pada FMIPA ITB, melamin merupakan persenyawaan (polimerisasi) kimia antara monomer formaldehid dan monomer fenol. Bila kedua senyawa bergabung, sifat racun formaldehid akan hilang karena terlebur menjadi satu senyawa, yaitu melamin.

Formaldehid dalam senyawa melamin dapat muncul kembali karena depolimerisasi. Akibat proses ini, formaldehid terlepas menjadi monomer yang bersifat racun. Pemicunya bisa berupa paparan panas, sinar ultraviolet, gesekan, dan tergerusnya permukaan melamin hingga partikel formaldehid terlepas.

Meski tahan di rentang suhu 120 derajat celcius sampai 30C di bawah nol, tapi karena menyerap panas, melamin tak tahan dipapar panas terlalu tinggi. Apalagi terpapar dalam jangka waktu lama. Oleh sebab itu melamin tak bisa digunakan dalam microwave.
Persoalan lain, dalam persenyawaan yang kurang sempurna dapat terjadi residu. Sisa formaldehid dan fenol yang tak bersenyawa itu akan terjebak dalam materi melamin. Formaldehid yang terjebak inilah yang bisa mengancam kesehatan bila masuk ke tubuh manusia.

Dari uji produk melamin, melamin lokal dan impor dari Cina mempunyai senyawa berbeda. Melamin lokal terbuat dari melamin asli, sementara yang impor terbuat dari bahan bukan melamin, salah satunya urea formaldehid. Kedua senyawa ini dibentuk oleh reaksi polimerisasi yang menghasilkan fenol.

Senyawa melamin dan urea berasal dan hasil reaksi formaldehid dengan senyawa amino yang mengandung kelompok senyawa NH2. Susunan kimianya sangat berbeda. Melamin punya struktur rantai lingkaran sehingga lebih stabil. Ikatan kimia urea formaldehid berupa rantai lurus, makanya pelepasan formaldehid lebih mudah. Urea formaldehid hanya tahan sampai suhu 62 derajat celcius hingga lebih mudah pecah atau berubah bentuk pada perlakuan suhu ekstrem. Urea yang dipanaskan akan menghasilkan formaldehid yang kadar pencemarnya tergantung pada seberapa kuat ikatan bahannya serta tingkat proses yang dijalankan produsen.

Untuk menguji kadar formaldehid pada beberapa produk berbahan melamin, YLKI melakukan dengan beberapa cara.

Pertama, uji bakar sederhana. Bakarlah ujung melamin dengan lilin selama 20 detik. Jika tercium gas formaldehid yang menyengat, berarti tidak memenuhi food grade. Pada melamin asli hanya tampak gosong tanpa bau formaldehid.

Kedua, uji rebus selama 30 menit sampai satu jam. Melamin palsu (dalam hal ini impor dari Cina) akan berubah bentuk, meliuk, bahkan rapuh dan mencair. Uap rebusannya pun menyebabkan mata perih, batuk, dan mual.

Walau sekilas sama, secara fisik kita bisa membedakan melamin asli dan palsu. Melamin asli lebih tebal dan berat dibandingkan dengan melamin palsu yang lebih terkesan sebagai plastik. Bila sesama melamin asli dibenturkan, bunyi yang terdengar akan lebih “tebal” dibandingkan dengan pembenturan antarmelamin palsu. Permukaan melamin asli lebih licin dan berkilau, sedangkan yang palsu mudah ternoda oleh pangan berwarna (misalnya, teh atau kopi) hingga warnanya lebih gelap. Walau lama-kelamaan akan kusam juga, melamin asli lebih stabil ketimbang yang palsu.

Agar perlengkapan melamin awet, cucilah segera setelah dipakai. Tak masalah apakah menggunakan pembersih sabun cair atau sabun colek. Yang penting, jangan digosok kasar. Gunakan spons halus dan hindari penggunaan sabut kelapa, abu gosok, apalagi bahan penggosok dari logam yang mulai ditawarkan di pasaran.

Kapan sebaiknya peralatan makanan dari melamin ini diafkir ?


Perhatikan permukaannya. Bila mulai banyak ternoda, berubah warna karena pengaruh atau minuman makanan macam teh, kopi, makanan asam yang lebih mudah terserap, juga bila mulai kusam dan tergores-gores, sebaiknya pensiunkan saja.
Selain mempertimbangkan keamanan bagi kesehatan, tentu tak elok lagi dipandang.
sumber: depkes.go.id

5 comments:

  1. emmmm... kudu bener" teliti sebelum membei yak buk.... terlebih untuk anak-anak makanan itu...
    salam kenal buk...

    ReplyDelete
  2. makasih bu atas infonya, sangat mencerahkan. izin bookmark blog Ibu ya..

    ReplyDelete
  3. hadduuuuhhhh di rumah ada mug melamin yang udah berubah warna... lha itu dapet dari beli susu ibu hamil... harus dipensiunkan nih (buat main air si kakak aja deh)... makasih ya bu, infonya bermanfaat banget... salam kenal juga ya bu...

    ReplyDelete
  4. Makasih buat komen-nya. salam kenal juga bu Laily.

    ReplyDelete