Pages

Thursday, January 29, 2009

Kerja atau Usaha

Sekolahku sudah selesai, aku bingung lagi menentukan langkahku selanjutnya. Mau bagaimana aku ? Kerja atau Usaha? Kalau kerja dimana, mo usaha yach usaha apa, gimana modalnya, gimana jalaninnya selalu bagaimana dan bagaimana. Seperti kata suamiku kalo semua dirasa susah, dirasa berat artinya kita sudah memutuskan itu berat, itu susah dan akhirnya tidak ada hasilnya selain mengeluh. Berbuat dulu itu yang terbaik, untuk hasil akhir nanti kita belajar dari proses yang kita jalani.

Ngomong sich enak!!!! Pelaksanaannya mulai dari mana? Itu yang aku tidak tahu. Untuk berbuat tentu harus ada yang menguatkannya, artinya aku harus punya mimpi, apa yach lebih tepatnya yach semacam keinginan atau cita-cita. Untuk mendapatkannya pun ada dua kemungkinan tercapai atau tidak pernah tercapai. Apalagi kalau sedang merasa down, malah tambah bingung pinginnya sich ada yang dikerjakan tapi apa?

Sepertinya aku memang harus terus bersyukur masih ada suami yang selalu menyemangati aku, artinya aku harus memilih fokusnya dulu agar aku dapat memulai sehingga apa yang apa yang kuinginkan dapat terwujud. Amien.

Aku sudah memilih untuk membuka usaha, bagaimana kedepannya kujalani saja, tidak usah berandai-andai. Aku harus BISA!!!!!

Aku sadar betul pada diriku sebuah masalah yang terbesar hidupku adalah aku tidak mau memulai. Sebenarnya kalau rencana sich banyak......... kepinginan juga banyak, kepingin ini, terus kepingin itu tetapi semuanya disusun rapi saja di otak. Dimana implementasinya gak keliatan. Progress nya gak ada kemajuan alias jalan ditempat
Kemudian suamiku menyarankan kepadaku apa yang kupikirkan terus bagaimana pelakasanaannya? Dimulai dari mana? Aku harus mencatatnya karena ada keterbatasan otak untuk mengingat semua itu. Kalau tidak semuanya akan terus tertimbun dan terkubur oleh kegiatanku sehari-hari yang berupa rutinitas. Mengapa ini terjadi..........??????? Tak lain penyebab semuanya adalah aku TIDAK MAU MEMULAI dan juga RASA MALAS. Karena menikmati apa yang kujalani selama ini, seperti pada tulisanku sebelumnya.

Titik Balik

Dua tahun lalu, setelah hampir 10 tahun aku tidak beraktifitas diluar rumah. Aku mulai dengan sekolah lagi. Inipun karena dorongan suami. Kami harus punya rencana A, B, C, dan seterusnya untuk kehidupan kami dan anak-anak kedepan. Mulailah babak baru dalam kehidupan kami, khususnya terasa buatku dari fase hidup yang nyaman menjadi fase tidak nyaman. Banyak hal yang harus kuselesaikan sendiri, karena beda kota dari suami.

Kilas balik kebelakang, aku sadar begitu banyak aku tertinggal dari orang-orang disekelilingku, menjadi Ibu Rumah Tangga yang benar-benar dirumah tanpa mengerjakan apa-apa dan berbuat sesuatu. Ada yang kurang lengkap dalam hidup, menyesal???? Aku tidak pernah menyesal dengan pilihanku. Aku dapat terus berdekatan dengan anakku. Tapi sampai kapan………..? Setelah mereka besar apa yang dapat kukerjakan? Begitulah nasehat suamiku. Kalau semuanya baru kumulai ketika datang waktu itu, tentu sangat sulit untukku, untuk tidak mau dikatakan terlambat.

Suamiku, adalah motivator dan insiparator untukku. Banyak ide-ide segar yang ditularkan padaku, tidak memaksa tapi dapat mengarahkanku untuk terus berusaha lebih baik.

Sekedar sharing, mungkin apa yang kulalui selama 10 tahun kebelakang banyak juga ibu-ibu yang mengalaminya. Semoga tidak selama yang kulalui. Inilah fase nyaman menurut versiku sebagaimana kualami :

 Suami, yaitu seorang yang selalu ada disamping kita dalam kondisi dan situasi apapun. Negatifnya untukku aku jadi tidak mandiri dalam artian semuanya suami.
 Anak, punya anak-anak yang lucu, pintar dan menyenangkan, aku merasa harus selalu didekat mereka, inikah sayang??? Seharusnya aku lebih memikirkan akan kubawa kemana anakku nanti? Bila suamiku sakit dan tidak dapat maksimal berusaha seperti sekarang? (Aku tidak berharap demikian!!!). Negatifnya anakku tidak mandiri, semua minta dilayani dan cenderung manja.
 Ekonomi, dengan kehidupan kami yang terus bergerak lebih baik dan lebih baik tentu akupun tambah terlena.
 Rutinitas Rumah Tangga, pekerjaan rumah tangga yang banyak menyita waktu, rasanya tidak ada sisa waktu untuk dapat aku berbuat bergerak maju. Walaupun ada yang membantu menyelesaikannya.

Untuk semua itu suamiku memberi gambaran kepadaku, bagaimana seandainya bila fase tidak nyaman itu datang?..................................
Aku harus mau berubah kearah lebih baik, bisa produktif artinya aku harus MULAI sekarang.!!!!!!!
Kulakukan bukan untuk menyongsong fase tidak nyaman tetapi kuniatkan aku harus berguna minimal bagi orang-orang disekelilingku

Tuesday, January 27, 2009

Cita-cita Adek Ilal

Anakku yang kedua biasa kami panggil adek Ilal umurnya baru 6 th. Anaknya lucu , cuek, dan baik ( ini kata adek ilal sendiri sewaktu aku nulis ini dia memberi komentar). Seperti biasa setiap berkumpul bersama ada saja pertanyaan yang dilontarkan kepada anak-anak.

Kakak Hafidz cita-citanya maunya jadi astronot, tetapi adek Ilal ketika adek ilal ditanya cita-citanya dia menjawab membuat kue dan menangkap penjahat. Aku tertawa karena jawaban inilah setiap ditanya cita-citanya, tidak pernah berubah dari adek TK.

Semuanya apapun yang mereka cita-citakan kembali kepada mereka, karena mereka masih kecil, cita-cita mereka akan berubah-ubah sesuai dengan apa yang terlintas dalam pikiran mereka saat mereka ditanya. Untuk saat ini mereka masih dalam proses mau jadi apa mereka kelak.

Thursday, January 22, 2009

Ranking Kakak Hafidz

Sulungku, hampir 8th kelas III SD. bercerita tentangnya gak ada abis-abisnya. Anaknya lumayan cerewet, maunya minta perhatian yang lebih. Tetapi mudah berempati dengan orang lain dan sudah bisa diajak berbagi. Ditahun ketiga sekolahnya, kakak begitu aku biasanya memanggilnya. Kakak tidak terlalu senang dengan hasil raportnya yang menurun, walaupun menurutku secara keseluruhan hasilnya tidak mengecewakan. Kakak kecewa tetapi bertekad untuk lebih baik disemester depan. "Bukan nilai yang menjadi ukuran kakak pintar atau tidak", "ucapku". Aku lebih suka anakku menikmati belajarnya dengan senang hati bukan dengan mengejar rangking. Sistem Ranking Kelas bagiku lebih banyak dampak negatifnya .

Secara sadar guru telah mengelompokkan siswa yang pintar dan tidak pintar, maka sesungguhnya kita telah memberikan cap tertentu bahwa si A “bodoh” sedangkan si B “pintar”. Padahal secara teoritis semua anak yang lahir adalah unik dan mempunyai kelebihan dan kekurangan .

Menjadi tugas guru dan orang tua untuk dapat mengembangkan apa yang menjadi potensi anak.. mungkin banyak anak-anak Indonesia yang pintar, cerdas, jenius, –baik IQ, EQ dan SQ, tapi karena sistem ini akhirnya apa yang menjadi potensi anak-anak tersebut tidak berkembang? Dimana semua orang memiliki kecerdasan yang berbeda-beda dan juga bidang yang berbeda.. seperti pembagian kekuatan otak kiri dan otak kanan.. Dimana si A yang tadinya dianggap bodoh justru mempunyai kelebihan dalam hal-hal tertentu, dan si B yang dianggap pintar tetapi tidak mempunyai kelebihan yang ada di A.

Bila seperti ini, maka masih pantaskah kita mengkelompokan kepandaian seorang anak? Dalam teori-teori Barat pun mengakui bahwa dalam setiap kelas dan di kelas tersebut jika dibagi menjadi beberapa kelompok maka kelompok tersebut harus terdiri dari mereka yang pintar, agak pintar, dan kurang pintar –artinya semua siswa pintar, hanya kurang pada hal tertentu.

Sebaiknya orang tua dan guru bila melihat bahwa anak telah memberikan usaha terbaiknya, apresiasilah berapapun nilai yang diperolehnya karena berarti ia telah berusaha mengerahkan segala kemampuannya . tetapi bila orang tua dan guru melihat bahwa anak belum mengunjukkan upaya terbaiknya, bantulah anak untuk dapat mengerahkan segala kemampuanya Artinya orang tua dan guru mendidik anak dan diri mereka sendiri untuk lebih menghargai proses yang dia lalui dibandingkan dengan hasil yang didapat.